Beberapa kali saya menjumpai keluhan ini, ketika berhadapan dengan kasus kegagalan atau kesalahan. Dari beberapa kali tadi, saya menangkap bahwa kalimat 'manusia memang tidak sempurna' ini bisa diungkapkan dengan nada yang berbeda meskipun dalam kasus yang sama, yaitu sama-sama dalam situasi kesalahan, tetapi dengan pengungkapan yang berbeda.
Di satu sisi, saya menangkap ada yang mengungkapkan dalam kondisi benar-benar putus asa, betapa mereka sama sekali tidak mengharapkan keadaan tersebut, dan menyesali kegagalan atau kesalahan yang terjadi. Pernyataan itu seperti keluhan kesakitan, kenyataan pahit yang musti diterima tanpa mereka bisa berbuat apa-apa. Seorang isteri yang menceritakan kekurangan suaminya yang pemarah dan ringan tangan, dalam artian suka memukul. "Yah...manusia memang tidak sempurna, memang dia sangat temperamen, yang penting dia tidak main perempuan itu sudah cukup bagi saya."
Di sisi lain, saya menangkap adanya ketidak pedulian dalam nada pengungkapannya. "Yaah, manusia memang tidak sempurna..., mau bagaimana lagi" atau "mana ada manusia yang sempurna..?"
Ada nada ketidakpedulian disana, meskipun sebenarnya terkandung rasa putus asa juga.
Manusia memang tidak sempurna. Ini adalah fakta. Suatu keadaan yang alami, kodrat. Tetapi ini bukanlah suatu kegagalan atau kesalahan. Firman Tuhan dalam Rm. 3:23 mengatakan; "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah"
Ini adalah fakta. Tetapi 'fakta' ini bukanlah suatu alasan bagi manusia, untuk tidak dapat berbuat baik, atau menghasilkan sesuatu yang baik. Dan bukan pula suatu keadaan yang menuntut manusia untuk selalu baik atau harus selalu baik.
Jikalau kita gagal untuk meraih suatu yang kita harapkan, sebenarnya hal itu tidak ada hubungannya dengan kondisi kita sebagai manusia yang tidak sempurna. Jujur seperti kasus yang diungkapkan di atas, ada suami yang pemarah, bukan berarti itu suatu keadaan dimana disebabkan oleh ketidaksempurnaan tadi. Karena kenyataannya, tidak semua suami demikian. Jika dibalik, apakah suami yang tidak digolongkan dalam pemarah, sangat sabar misalnya, boleh dikategorikan ke dalam manusia yang sempurna? Tentu tidak demikian bukan.
Jadi sempurna atau tidak sempurna itu tidak bisa diukur dari kegagalan atau kesalahan yang terjadi. Manusia memang tidak sempurna, ya benar, tetapi dalam hal dosa, dalam hal kecenderungannya ke arah perbuatan dosa. Bukan tidak sempurna diukur dari hasil perbuatannya. Ini berbeda.
Oh dia pemarah, memang manusia tidak sempurna!
Oh...sebenarnya dia baik loh, tapi...begini...memang mana ada sih, manusia yang sempurna?
Oh dia sangat aktif di gereja, tetapi kenapa bisa berbuat hal begitu ya..? Yah... memang beginilah manusia, tidak ada yang sempurna.
Bukan demikian. Seorang yang mempunyai sifat pemarah bukan disebabkan karena kondisinya sebagai manusia yang tidak sempurna. Demikian juga dengan banyaknya kejahatan atau penyelewengan yang terjadi. Itu bukan akibat dari kondisi manusia yang tidak sempurna tadi, tetapi akibat dari ketidakberdayaannya melawan keinginan dosa, perbuatannya yang memilih untuk berbuat jahat. Itu berhubungan dengan pemilihannya, keputusannya. Saya selalu menegur anak saya jika dia melakukan kesalahan. Itu tidak berarti bahwa saya tidak menerima kondisi kelemahan anak saya sebagai manusia berdosa. Sama sekali tidak demikian, tetapi saya memberikan kepadanya gambaran atau kondisi untuk dia bisa melihat bahwa sebenarnya dia bisa melakukan sesuatu yang lebih baik dari apa yang sudah dilakukannya.
Tetapi lain lagi dengan neneknya yang selalu membelanya, dengan mengatakan bahwa dia masih kecil-lah, manusia apalagi anak kecil akan sangat wajar melakukan kesalahan, dsb dsb. Justru disaat kita memaklumi kenakalan atau kesalahannya, berarti kita juga menyetujui bahwa dia hanya bisa melakukan hal sebatas itu tadi. Padahal sebenarnya tidak demikian.
Mat.9:13; "...Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." Allah mengetahui ketidak-berdayaan manusia terhadap dosa. Untuk itulah Yesus datang. Allah melihat manusia tidak berdaya. Allah datang memberikan pertolongan. Yesus datang untuk memenangkan manusia dari belenggu dosa. Supaya manusia juga memerangi dosa, melawan keadaannya, dan bukan malah menerima dan mengamini segala kelemahan dan ketidak-berdayaannya. Yesus datang untuk memberikan gambaran nyata, bahwa manusia bisa memilih untuk menjauhi bahkan memenangi kondisinya tadi. Asalkan taat.
Jikalau Dia sudah datang, dan sudah mengalahkan dosa, pasti Dia juga berharap kita juga dapat mengalahkan dosa itu, tetapi bukan dengan kekuatan kita sendiri, melainkan mengandalkan kuasa-Nya saja, kekuatan Allah. Sebelum kedatangan Yesus, Allah sudah memberikan gambaran keadaan atau kondisi manusia dalam hubungannya dengan dosa. Dengan kedatangan Yesus, Allah menggenapi janjiNya untuk menolong manusia agar lepas dari jerat dosa. Dalam kehidupan Yesus, manusia boleh melihat dan belajar bagaimana cara untuk menghindari dosa, dan setelah Yesus pergi, Allah tidak meninggalkan kita, tetapi malahan menyertai manusia dalam bentuk Roh Kudus.
Kiranya kita selalu sadar, bahwa kita hanya memerlukan Allah, dan kita akan bisa melakukan hal-hal yang baik, dan jikalau kita mengalami kegagalan, itu bukan karena kita tidak sempurna, tetapi mungkin karena kita belum mengandalkan Allah di dalam keputusan kita. Dan janganlah pernah merasa puas dengan kebaikan yang kita upayakan, karena semua kebaikan itu, adalah anugerahNya saja, pertolongan Allah, pekerjaan Allah. Kita boleh puas nanti, setelah bertemu dengan Bapa kita di Surga. Dalam kondisi disempurnakan dari ketidaksempurnaan. Amin.
Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh.
Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan.
Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib,
tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang.
(1 Korintus 12:4-6)